Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat
sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan
masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan
iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik,
mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi
informasi (information technology) seperti internet sangat menunjang
setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal
maupun illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh
keuntungan secara “potong kompas”. Dampak buruk dari perkembangan “Dunia Maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat moderen saat ini dan masa depan.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke
dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan
lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh
informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan
pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran
pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang
berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan mayantara.
Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian
semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa
depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime
(kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime
(kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara) yang
selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara
berdaulat. Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di
dalam kehidupan moderen dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat
teknologi dengan meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi,
terorisme digital, “perang” informasi sampah, bias informasi, hacker,
cracker dan sebagainya.
Peristiwa kejahatan mayantara yang pernah menimpa situs Mabes TNI,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Mabes Polri dan
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia merupakan sisi gelap dari
kejahatan teknologi informasi yang memanfaatkan kecanggihan internet.
Begitu juga situs Microsoft, NASA dan Pentagon tidak luput pula dari
para hacker nakal untuk mengacaukan sistem informasi dan data yang
dimiliki oleh negara adidaya, Amerika Serikat. Ketegangan antara Cina
dengan Amerika Serikat sempat pula mengarah pada perang hacker karena
mengubah situs FBI menjadi wajah pilot Cina yang tewas dalam suatu
insiden di Laut Cina Selatan dengan pesawat pengintai Amerika yang
berada di wilayah udara Cina.
Semua peristiwa di atas adalah beberapa contoh disalahgunakannya
kemajuan teknologi informasi untuk tujuan buruk yang dapat merugikan
pihak lain dalam tatanan dunia semakin maju dalam globalisasi ekonomi.
Inilah sebenarnya salah satu sisi paling buruk yang tidak dapat
dihindarkan dan disembunyikan dari kemajuan teknologi informasi dewasa
ini sebagaimana pernah diramalkan oleh John Naisbitt dan Patricia
Aburdene bakal ada perubahan dunia menjadi perkampungan global (global
village) dengan pola satu sistem perekonomian atau single economy
system, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi demikian dapat
menyebabkan orang menghalalkan segala cara, terutama pada saat
berlakunya pasar bebas (free market) untuk mencapai tujuannya dengan
menggunakan sarana teknologi canggih.
Masalah ini segera menjadi pusat perhatian dari masyarakat internasional. Pada International Information Industry Congress (IIC) 2000 Millenium di Quebec, Kanada, tanggal 19 September 2000 merumuskan perlunya kewaspadaan terhadap perkembangan cybercrimes
yang dapat merusak sistem dan data vital teknologi perusahaan dalam
kegiatan masyarakat industri. Panitia Kerja Perlindungan Data Dewan
Eropa (The Data Protection Working Party of Europe Council)
menyatakan pula bahwa cybercrimes adalah bagian sisi paling buruk dari
masyarakat informasi yang perlu ditanggulangi dalam waktu singkat.
Konperensi Cybercrimes International di London, Februari 2001 menyatakan
dengan tegas bahwa cybercrime adalah salah satu dari aktivitas kriminal
yang paling cepat tumbuh di planet bumi ini. Kerugian yang ditimbulkan
luar biasa besarnya yang mencapai US $ 40 miliar per tahun. Di Amerika
Serikat menurut hasil penelitian dari United States of Computer Security Institute
(USCSI) menunjukkan bahwa sekitar 90% perusahaan (corporates) berskala
besar mengaku telah mendeteksi adanya pelanggaran keamanan terhadap
sistem komputerisasi yang mereka gunakan dalam kegiatan industri.
Sebanyak 273 perusahaan di sana telah mengalami finantial losses yang
cukup signifikan untuk tambahan modal bagi perkembangan perusahaan
tersebut. Nilai kerugian mencapai US $ 265 juta dan sebagian besar dari
transaksi ilegal.
Bagi Indonesia sebagai suatu negara berkembang dan kepulauan yang
cukup besar tidak akan luput dari pengaruh perkembangan buruk teknologi
informasi dewasa ini maupun masa depan. Masalah ini perlu ditanggulangi
supaya tidak menjadi korban kejahatan mayantara dengan kerugian besar
bagi warga masyarakat, bangsa dan negara mengingat negeri ini amat
rentan dengan pelbagai bentuk kejahatan sebagai dampak dari kemajuan
iptek, baik oleh hacker/cracker nakal di dalam maupun luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar