Selasa, 11 November 2014

Strategi Inovasi Dan Pengembangan Di Bidang Iptek Dan Industri Pertahanan

Perkembangan di bidang persenjataan di dunia telah tumbuh semakin maju. Senjata yang dikembangkan oleh negara maju seperti USA kini tidak mengutamakan pada senjata yang memiliki daya hancur yang dahsyat tetapi telah bergeser pada senjata dengan daya hancur dan daya lacak yang akurat (smart gun). Pengembangan senjata modem seperti itu dihasilkan dari perpaduan dan penerapan berbagai Iptek yang terkait seperti telekomunikasi, elektronika, kimia, balistik, metalurgi dan komputer.

Penggunaan senjata smart gun (senjata pintar) ini dimulai dari penentuan sasaran (deteksi dan identifikasi) dari jarak jauh (remote sensing) menggunakan senjata Rudal (guided missile) yang dikendalikan dari jarak jauh. Dengan menggunakan smart gun ini diharapkan dampak korban penduduk sipil non combatant dapat dihindari dan sebaliknya musuh yang bersembunyi ditengah-tengah pemukiman penduduk dapat dihancurkan. Senjata dengan teknologi mutakhir itu telah didemonstrasikan pada perang Irak. Bercermin dari perang Irak dan kebijakan Amerika Serikat pasca serangan teroris tanggal 11 September 2001, USA telah mengubah kebijakan pertahanan dalam negerinya dengan kebijakan pro emptive, yaitu menghancurkan musuh (para terorist) di negaranya sebelum masuk dan menyerang wilayah USA. Fakta menunjukkan, Indonesia berkali-kali diguncang oleh serangan terorist yang sasaran utamanya adalah warga negara asing (USA, Australia). Oleh karena itu, tidak ada jaminan bagi NKRI untuk bebas dari serangan musuh.



Pelanggaran wilayah kedaulatan NKRI oleh Negara asing/tetangga, di darat, laut dan di udara semakin sering terjadi. Pencurian kekayaan alam seperti illegal logging, illegal fishing dan illegal mining semakin marak terjadi. Disadari bahwa peristiwa-peristiwa tersebut diatas pada tahap awalnya merupakan test case terhadap kemampuan pertahanan kita atau dapat diprediksikan bahwa kejadian pelanggaran wilayah dan pencurian kekayaan negara itu, karena dimata pihak asing NKRI tidak memiliki kekuatan dan kemampuan yang memadai untuk memberantas kejahatan trans national tersebut.

Doktrin TNI mengisyaratkan bahwa TNI hanya berperang bilamana diserang oleh musuh yang mendeklarasikan perang dengan Negara kita. Perang diwujudkan dalam operasi pertahanan dengan strategi pertempuran/operasi hambat berlapis, dimulai dengan penembakan terhadap gerak maju musuh sebelum memasuki wilayah NKRI di luar batas perairan wilayah, di zona pesisir/ pantai hingga perang > gerilya dengan melibatkan semua komponen bangsa bila-mana musuh berhasil menguasai wilayah negara kita. Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata), mensyaratkan jumlah personil (prajurit) TNI sebagai kekuatan/ komponen utama pertahanan tidak dibangun dalam jumlah besar-besaran, yang dikehendaki adalah profesional, efektif, efisien dan modern. (PEEM) atau satuan-satuan yang kecil efektif, efisien (KEE). Pada saat meng-hadapi kondisi darurat sipil dan atau darurat perang, TNI akan dibantu oleh kekuatan rakyat melalui mobilisasi kekuatan/komponen cadangan dan komponen pendukung yang sudah disiapkan. Namun pada kenyataannya hingga saat ini pembangunan ketiga komponen pertahanan tersebut belum dapat diselenggara-kan sebagaimana mestinya. Bahkan pembangunan TNI sebagai komponen utama atau sebagai tulang punggung pertahanan negara agak terbengkelai. Banyak satuan-satuan tempur di TNI-AD yang tidak penuh/bulat (pengisian jumlah prajurit, senjata dan perlengkapan perorangan/satuan jumlahnya kurang/dibawah ketentuan TOP dan DSPP).

Kekuatan TNI-AL dan TNI-AU lebih memprihatinkan, sebagai kekuatan dengan landasan doktrin : "Alutsista yang diawaki", Alutsista yang dimiliki oleh kedua angkatan tersebut serba lemah, secara kuantitas jumlahnya semakin susut dan secara kualitas semakin ketinggalan /out of date.

Pembangunan Komponen Cadangan (Komcad) dan Komponen Pendukung (Komkung) saat ini belum terbangun. Bahkan kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan mengenai Komcad dan Komkung belum ada (baru sampai tataran konsep/RUU). Adanya resistensi terhadap RUU Komcad dari beberapa komponen masyarakat menyebabkan terhambatnya upaya penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pertahanan negara. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan kesadaran bela negara tidak mengalami kemajuan.

Semua hal yang dipaparkan diatas telah menyadarkan banyak kalangan masyarakat atas perlunya segera Indonesia untuk bangkit meningkatkan upaya guna mewujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan. Membangun kemandirian di bidang sarana pertahanan (Ranahan) dengan mengerahkan dan mendayagunakan secara sinergi sumber daya nasional berbasis Iptekhan dalam wahana perindustrian pertahanan (Indhan) nasional merupakan langkah prioritas yang strategis.

PERAN INOVASI DALAM TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTAHANAN

Sesuai UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Litbang dan Penerapan Iptek Inovasi artinya : "Kegiatan Litbang dan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan baru atau cara baru untuk menerapkan Iptek yang telah ada kedalam produk atau proses produksi”. Salah satu prestasi puncak dari inovasi adalah "Invensi", yaitu suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebefumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyem-purnakan atau memperbaharui Iptek yang telah ada. Esensi dari inovasi adalah kreativitas atau upaya kreatif yang terus menerus untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau pembaharuan dari sesuatu yang sudah ada yang memiliki nilai guna dan manfaat yang lebih besar atau lebih menguntungkan. Dalam hal upaya mewujudkan kemandirian sarana pertahanan, maka tak diragukan lagi inovasi berperan sangat penting. Dalam situasi kondisi kemampuan ekonomi, industri dan Iptek pertahanan yang masih rendah, upaya inovatif harus dijalankan secara bersama-sama terpadu dan sinergis oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholder), beserta pihak lainnya yang terkait.

Stakeholder dalam membangun kemandirian sarana pertahanan dapat dikelompokkan atas : Kelompok Iptek, kelompok Industri dan kelompok pendukung/ penyandang dana serta kelompok pengguna. Kedalam kelompok Iptek terdiri dari lembaga Litbang pertahanan dan perguruan tinggi termasuk institusi pemerintah, yaitu KRT, BPPT, LIPI dan Lapan. Kelompok Industri, terdiri dari industri pertahanan dan industri nasional yang memiliki kemampuan memproduksi komponen sarana pertahanan, termasuk ke dalamnya adalah Departemen yang memiliki kewenangan membina industri pertahanan (Dephan, dan Depperin). Kelompok pendukung dana terdiri dari Depkeu, Bapenas dan Bank-bank swasta nasional serta lembaga-lembaga keuangan lain yang memiliki komitmen pendanaan industri militer/Ranahan. Kelompok pengguna adalah TNI dalam hal ini seluruh satuan tempur/bantuan tempur di setiap Jajaran Angkatan.

Produk kerjasama dari setiap kelompok adalah kesiapan kelompok itu sendiri yang akan diintegrasikan dalam pembangunan suatu Ranahan/Alutsista misalnya : Kapal Korvet nasional, pesawat tempur atau kendaraan tempur (Ranpur) yang sesuai/tepat untuk kebutuhan pengguna/TNl.

ALIH TEKNOLOGI DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MILITER 2

Alih teknologi, Alih teknologi (transfer of technology) adalah pengalihan kemampuan menguasai dan memanfaatkan Iptek antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari iuar negeri ke daiam negeri dan sebaliknya (UU No. 18/2002). Alih teknologi militer dapat ditempuh dalam 3 (tiga) cara, yaitu :

a. Mempelajari dari tempat dimana sarana pertahanan/Alutsista itu diproduksi di luar negeri.

b. Mendatangkan pakar dari Iuar negeri, yaitu dari suatu industri/lembaga yang bekerjasama dengan industri dalam negeri kita.

c. Melalui proses reverse engineering, yaitu mempelajari teknologi dari suatu Alut yang dibeli dari Iuar negeri atau dari suatu Alut produksi dalam negeri melalui kerjasama/lisensi secara seksama untuk memahami kinerja Alut tersebut.

Pengembangan Teknomil.

Secara garis besar teknologi militer (Teknomil) dapat dikelompok-kan atas 5 bidang, yaitu bidang miniaturisasi, optronik, propulsi, rancangan material baru dan nuklir & bioteknologi.
Ciri-ciri dari teknomil/ produk teknomii tergambarkan dari kebutuhan operasional militer itu sendiri yaitu ;

a. Memiliki kecepatan dan mobilitas tinggi.

b. Mengutamakan ketepatan/akurasi yang tinggi.

c. Daya hancur yang dahsyat.

d. Kemampuan jarak jangkau yang lebih jauh.

e. Pemeliharaan relatif mudah dan murah.

f. Tahan terhadap pengaruh segala cuaca.

g. Adanya jaminan keamanan (ketat dalam disiplin penggunaan).

h. Masa gunapakai (life time) lebih lama.

i. Ekonomis.

Kriteria tersebut (a-i) merupakan dasar atau pedoman pengembangan teknologi militer dalam pembuatan suatu Alutsista.

Arah Pengembangan Senjata dan Munisi

a. Senjata

1) Senjata ringan. Diarahkan pada pembuatan peluru tanpa kelongsong (pada senapan ringan) yang memungkinkan mekanisme tembakan (kamar, peluncur, penutup dan magasen) berada di bagian popor, sehingga senjata menjadi lebih pendek, ringan dan praktis.

2) Senjata Armed. Menggunakan proyektil dengan munisi yang dapat dikendalikan (guided munition) dengan menggunakan teknologi fuse electronic.

3) Senjata Arhanud
a) Diarahkan pada peningkatan kemampuan meriam kal. 25-40 mm dengan kecepatan tembak tinggi, daya tembak besar, perkenaan akurat, otomatis dan manual dilengkapi dengan AKT, radar, elektro dan laser secara kompak.
b) Diarahkan pada pengembangan rudal jarak pendek dan jarak sedang ( 6 km) dengan pengendalian aktif dan semi aktif (seperti : Rudal patriot, Hawk dan Grom)

4) Senjata Kavaleri. Penggunaan teknologi Laser Range Finder, alat bidik malam, stabilizer dan komputer untuk meningkatkan kemampuannya.

a. Munisi

1) Munisi Kaliber Kecil (MKK). Diarahkan pada pengembangan munisi tanpa kelongsong (Caseless Cartridge)

2) Munisi Kaliber Besar (MKB). Diarahkan pada peningkatan kemampuan munisi penghancur Ranpur lapis baja dengan :

a) Proyektil jenis HESH (High Explosive Squash Head) yang bekerja dengan prinsip meledakkan bagian luar lapis baja dengan tujuan merontokkan bagian dalam sebagai dampak gelombang rambat.

b) Proyektil Kinetic Energy (KE). Pemanfaatan energi kinetik pada isian munisi menyebabkan gerak munisi berkecepatan sangat tinggi sehingga dapat menembus baja. Munisi jenis ini terbuat dari bahan yang sangat keras, seperti : APDS (Armour Piercing Discarting Sabot) dan APDSFS (Armour Piercing Discarting Sabot Fin Stabilized)

c) Proyektil HEAT (High Explosive Anti Tank) peluru senjata anti tank berdaya ledak tinggi.
Perkembangan Ranpur TNI AD.

a. Jenis Ranpur. Berdasarkan jenis rodanya, kendaraan tempur (Ranpur) dibedakan atas Tank (Ranpur r.oda rantai) dan Panser (Ranpur roda ban). Sesuai dengan fungsinya Ranpur terdiri dari ;

1) APC (pengangkut personal).

2) Kanon (Ranpur tempur kavaleri, penarik kanon/meriam lintas datar).

3) Komando (Ranpur sebagai ruang komando).

4) Ambulance/Ranpur yang dilengkapi sarana dan fasilitas ambulance untuk menolong korban di daerah pertempuran.

5) Logistik (Ranpur sebagai pengangkut alat pendukung dan perbekalan pertempuran).

6) Recovery (Ranpur yang dilengkapi dengan sarana pemulihan daerah pertempuran)

7) Mortir (Ranpur penarik senjata lintas lengkung/mortir untuk satuan artileri)

8) Jembatan (Ranpur yang berfungsi sebagai jembatan darurat di daerah pertempuran)

9) Meriam GS (Ranpur penarik meriam Armed yang bergerak sendiri/GS).

b. Upaya Mempertahankan Asset Ranpur Lama. Ranpur TNI yang ada sebagian besar merupakan aset lama yang sudah tua. Secara alamiah Ranpur tua ini telah mengalami penurunan kondisi. Untuk mempertahankan dan memelihara kekuatan dan kemampuan Satpur Artileri dan Kavaleri secara minimal (minimal essential force), maka ditempuh upaya sebagai berikut ;

1) Overhaul; upaya perbaikan Ranpur secara menyeluruh dengan tetap menggunakan komponen aslinya sehingga memiliki kemampuan kembali seperti baru.
Keuntungan : dapat meningkatkan kemampuan Ranpur seperti aslinya sehingga memperpanjang usia pakai.
Kerugian : Karena tetap menggunakan teknologi lama sesuai aslinya sehingga tidak dapat memenuhi tuntutan peningkatan kemampuan sesuai kebutuhan. Tidak dapat menjawab tantangan kemajuan teknologi Alutsista/ pertahanan.

2) Repowering : Upaya perbaikan secara parsial, dalam hal ini perbaikan atau pergantian hanya pada power unit atau mesin Ranpur.
Keuntungan : Daya gerak dan atau mobilitas meningkat. Komponen lama yang tidak/jarang mengalami kerusakan masih dapat digunakan.
Kerugian : Komponen gerak lainnya tetap (tidak diganti) sehingga tidak mendukung peningkatan daya gerak.

3) Retrofitting ; upaya peningkatan kemampuan Ranpur melalui cara penggantian komponen yang menggunakan teknologi mutakhir.
Keuntungan : Dapat menghifangkan kelemahan teknologi lama dengan penggunaan teknologi baru.
Dengan mengganti mesin berdaya lebih besar dan penggunaan transmisi otomatis, kemampuan Ranpur meningkat. Dengan penggunaan/ penggantian komponen lama dengan komponen baru, usia pakai meningkat. Komponen lama yang sulit didapat suku cadang (sucad)nya diganti dengan komponen yang sucadnya relatif mudah didapat.
Kerugian : Proses pengerjaannya lebih rumit. Membutuhkan biaya relatif lebih besar.

PERMASALAHAN MODERNISASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI ALUTSISTA/ SARANA PERTAHANAN

Sarana pertahanan/ Alutsista sebagai produk industri dapat dibedakan dengan alat/ komoditas umum (komersial) dari aspek teknologinya, dimana Ranahan/Alutsista memiliki muatan teknologi yang lebih unggul, berbiaya tinggi, sehingga harga satuannya lebih mahal. Misalnya pesawat terbang CN-235 MPA (militer) lebih canggih daripada CN-235 (komersial). Tetapi dari segi pemasaran, produk Alutsista/ Ranahan sangat terbatas segmen pasarnya yaitu satuan TNI. Perbedaan yang bertolak belakang itu menyebabkan inovasi teknologi di bidang Alutsista/Ranahan tidak berjalan secara alamiah, melainkan, bergantung kepada keputusan politik pemerintah3 Khusus untuk Indonesia yang menganut Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata) dengan TNI sebagai komponen utamanya (hanya disiapkan sebagai "prajurit pertahanan") yang harus berhadapan dengan musuh yang menyerang dari luar negeri (defensif aktif). Doktrin Hankamrata dengan prajurit TNI yang disiapkan sebagai "prajurit pertahanan", punya pengaruh yang kurang kondusif terhadap inovasi dan pengembangan teknologi dan industri pertahanan.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh negatif (menghambat) terhadap inovasi dan pegembangan teknologi dan industri pertahanan adalah :

1. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung inovasi dan pengembangan teknologi/ industri pertahanan

2. Ketersediaan dana yang dapat dimanfaatkan untuk bidang inovasi teknologi dan industri pertahanan yang sangat terbatas.

3. Ketersediaan SDM di bidang teknologi dan industri Alutsista/Ranahan modern juga
langka.

4. Teknologi "out of data"(usang). Alutsista yang kita beli dari luar negeri seperti: kapal dan pesawat tempur bukan teknologi mutakhir melainkan Alut produk teknologi yang sudah usang (out of date) bagi negara penjualnya. Keterbatasan dana dan faktor politik tidak memungkinkan kita dapat membeli Alut yang paling canggih.

5. Kesulitan lepas dari ketergantungan. Kesenjangan kemampuan teknologi Alutsista kita dengan negara maju yang semakin melebar dan kebijakan politik negara pemilik/pembuat Alutsista yang tidak mau menstransfer teknologi Alutsista buatannya secara penuh, menyebabkan kita sulit melepaskan diri dari ketergantungan (sulit untuk mandiri).

6. Masalah standarisasi. Alutsista yang kita miliki bersumber dari beberapa produsen/negara yang berbeda, hal tersebut menyulitkan dalam proses standarisasi, pembinaan materiil dan pendidikan/pelatihan.

Solusi/Pemecahan Masalah.
Sebagai upaya terobosan atau jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi, maka ditempuh upaya sebagai berikut :

1. Pengadaan Sista berteknologi canggih sebagai inti pengembangan dalam rangka alih teknologi melalui kerjasama tripartit : Industri pertahanan, Litbanghan/perguruan tinggi dan Dephan/TNl untuk menghasilkan teknologi sista yang dibutuhkan.

2. Pengembangan produk Alut militer dari produk industri komersial dengan menerapkan persyaratan tertentu sesuai kebutuhan operasi militer (contoh : pesawat terbang patroli maritim CN-235 MPA dikembangkan dari pesawat CN-235 (komersial).

3. Lisensi dan Reverse Engineering. Pemberian lisensi dari pemilik teknologi Alutsista dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin untuk menguasai teknologi Alut tersebut dengan cara reverse engineering (membedah setiap komponen Alut untuk menguasai teknologinya).

4. Integrasi teknologi dan standarisasi. Pengintegrasian teknologi baru pada teknologi yang sudah ada pada Alut yang dimiliki untuk menghasilkan Alut rancangan baru dan produk baru yang standar guna efisiensi pemeliharaan dan memudahkan Binmat serta Diklat.

5. Pengembangan teknologi baru. Menciptakan produk Alutsista yang sama sekali baru dengan teknologi mutakhir yang sudah dikuasai atau melalui kerjasama dengan pihak luar negeri.

6. Pengembangan penelitian dasar. Salah satu kelemahan Indonesia di bidang teknologi Alutsista karena kita kurang peduli terhadap pengembangan penelitian dasar dan industri hulu yang menghasilkan produk bahan baku industri militer/ Ranahan, akibatnya industri pertahanan kita masih bergantung pada bahan baku impor, padahal bahan mentahnya banyak tersedia di dalam negeri.

STRATEGI INOVASI DALAM PENGEMBANGAN IPTEK DAN INDUSTRI SARANA PERTAHANAN / ALUTSISTA.

Alutsista sebagai sarana pertahanan keamanan sarat dengan muatan komponen-komponen berteknologi tinggi. Disisi lain, secara faktual di Indonesia belum ada suatu industri pertahanan mandiri yang secara khusus hanya memproduksi Ranahan/ Alutsista. Oleh karena itu inovasi dalam pengembangan Iptekhan ini harus dilaksanakan dengan suatu strategi yang tepat. Untuk menentukan strategi ini, perlu didahului dengan suatu kajian (penilaian, pencermatan dan pendalaman) atas :
Potensi Sumberdaya Nasional (SDN) yang dimiliki.
Kondisi faktual kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang ada.
Kondisi keamanan dan ancaman kini dan yang akan datang (5-10 tahun dan 10-15 tahun yang akan datang).
Rencana strategi (Renstra) dan rencana kebutuhan kekuatan (Renbutkuat) yang akan datang.
Industri nasional yang memiliki kemampuan menghasilkan komponen/suku cadang Ranahan dan bahan baku seperti industri baja, metalurgi ekstraktif, kimia dasar, semi konduktor dan serat optik.

1. Potensi SDN yang tersedia merupakan modal dasar dalam pembangunan industri Alutsista. Kondisi SDN yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi :

a. Sumberdaya manusia (SDM)

b. Industri Nasional/lndustri Pertahanan

c. Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertahanan (Iptekhan)

d. Sumber dana untuk pembiayaan operasional.

e. Sumberdaya alam (SDA) dalam hal ini khususnya mineral logam yang dapat dikembangkan menjadi bahan 
baku industri pertahanan.

2. Kondisi faktual kekuatan dan kemampuan pertahanan kita dart ketiga angkatan, baik secara kualitas maupun kuantitas dihadapkan dengan luasnya wilayah dan konfigurasi wilayah perpaduan maritim dan daratan serta dengan kemungkinan ancaman dari luar kondisinya sangat lemah.

3. Kondisi keamanan dan ancaman sekarang dan kecenderungan ke depan (5-15 tahun) relatif stabil. Ancaman yang terjadi lebih banyak diwarnai oleh peristiwa kriminal biasa seperti perampokan dan pencurian. Namun secara tak diduga muncul sesekali peristiwa terorisme dan yang sering terjadi adalah penyalahgunaan/ perdagangan gelap Narkoba. Tertangkapnya kelompok teroris di Palembang membuktikan bahwa terorisme merupakan bahaya laten yang setiap saat harus selalu diwaspadai. Ancaman laten terorisme ini dapat mengundang link up nya gerakan terorisme Internasional dengan anasir terorisme di dalam negeri. Kemungkinan tersebut dapat mengundang campur tangan asing (USA dan negara-negara sekutunya) di dalam negeri. Hal ini tidak kita kehendaki, karena masuknya kekuatan asing akan membawa implikasi negatif terhadap kehidupan politik, sosial dan ekonomi. Sebagai negara yang menganut politik luar negeri "bebas aktif, Indonesia punya komitmen untuk menyelesaikan/mengatasi ancaman dalam negeri dengan kekuatan sendiri, tidak mau bergantung pada bantuan kekuatan asing

4. Renstra dan Renbutkuat. Renstra dan Renbutkuat jangka sedang (5-10 tahun) diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pokok minimal (minimal esential force) sesuai skala prioritas dari setiap Angkatan. Untuk jangka panjang, secara bertahap diarahkan pada penguasaan Iptek pertahanan guna merealisasikan kemandirian (pemenuhan kebutuhan) sarana pertahanan/Alutsista.

5. Sumberdaya alam (SDA)/mineral seperti bijih/pasir besi, mangan, nikel, timah dan lain-lain yang tersebar di seluruh wilayah tanah air, diolah menjadi bahan baku industri pertahanan/senjata. Selama ini SDA tersebut hanya sedikit sekali yang diolah menjadi bahan baku industri pertahanan (Indhan), sehingga Indhan kita masih bergantung pada bahan baku import.

Strategi Pemberdayaan SDM Pertahanan.
SDM Pertahanan terdiri dari tiga kelompok/ komponen, yaitu :

a. Komponen utama adalah prajurit TNI.

b. Komponen cadangan, adalah warga masyarakat sipil yang sudah diseleksi, dididik/dilatih dan disiapkan dimobilisasi untuk membantu TNI dimana diperlukan.

c. Komponen pendukung, adalah seluruh warga masyarakat sipil yang memenuhi syarat diluar dua komponen tersebut diatas.

Pemberdayaan SDM Pertahanan untuk kepentingan inovasi Iptekhan dan Indhan dari ketiga komponen tersebut adalah pemberdayaan atas mereka yang memiliki potensi, pengetahuan dasar atau yang bekerja di lembaga/institusi Iptek atau industri yang terkait dengan bidang pertahanan. Dalam hal ini adalah mereka yang bekerja pada lembaga/institusi pemerintah, litbang, lembaga pendidikan, perusahaan industri, para pakar dan peminat/inovator Alutsista. Termasuk juga para prajurit di satuan-satuan Badan Prasarana (Bapras) seperti Ditpal/Ditmat, Dithub, Ditzi dan lain-lain. Para inovator/ nventor, pakar dan para peminat bidang Iptekhan tertentu diikat atau bergabung dalam suatu wadah atau organisasi kepakaran dimana mereka dapat sharing gagasan, pendapat dan kemampuan rancang bangun dalam rangka mewujudkan suatu Alutsista ancangan baru atau modifikasi sesuai kebutuhan TNI.

Strategi Pemberdayaan Industri Pertahanan.

Hingga saat ini Indonesia belum memiliki Indhan yang mandiri, yang ada adalah industri penghasil produk komersial plus produk Indhan. Contohnya : PT. Pindad (senjata & Ranpur), PT. PAL (kapal), PT. LEN Industries (Alkom & elektronik), PT. DI (pesawat terbang), PT. KS (bahan baku baja) dan lain-lain. Presentase produk Alutsista/Ranahan dari setiap Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) tersebut diatas angkanya berbeda-beda, tetapi pada umumnya produk Alutsista/Ranahan masih dibawah 30% (kecuali PT. Pindad). Bagaimana ke depan meningkatkan kuantitas dan kualitas produk BUMNIS tersebut? Upaya/hal-hal diharapkan adalah :

a. Ada komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah, berupa pembinaan dan dukungan dana yang semakin besar yang diberikan secara konsisten serta mewajibkan kepada pengguna/TNl untuk menggunakan produk Ranahan dalam negeri yang kualitasnya setara produk asing.

b. TNl sebagai pengguna tidak lagi menggantungkan kebutuhan Alut/Ranahan pada produk asing bilamana di dalam negeri Alut/Ranahan tersebut sudah dapat diproduksi. Impor hanya dapat diijinkan untuk pemenuhan kebutuhan mendesak dan atau darurat yang tidak dapat dipenuhi oleh Indhan dalam negeri4.

c. Pendanaan, diusahakan pendanaan Indhan sedapat mungkin menggunakan dana dalam negeri termasuk pemanfaatan dana masyarakat yang terhimpun dalam SBI/SUN dengan ketentuan regulasi yang jelas dan menguntungkan semua pihak atas jaminan pemerintah. Penggunaan kredit ekspor (KE) semakin dibatasi sampai pada akhirnya tidak ada lagi ketergantungan pada KE5.

d. Pelibatan industri swasta yang memiliki kemampuan memproduksi komponen/suku cadang Alut (out sourcing), guna mempercepat produksi Alutsista dan disisi lain membuka/ memperluas kesempatan kerja sekaligus mengurangi pengangguran.

e. Adanya sinergi dari semua BUMNIS dalam memproduksi suatu Alutsista sesuai dengan bidang kemampuan masing-masing dengan spesifikasi teknik (Spektek) yang sudah ditentukan6.

Pentahapan Pengembangan Industri Pertahanan.

Didasarkan pada keterbatasan dukungan kemampuan dan proyeksi tingkat kemampuan ancaman, Departemen Pertahanan telah menyusun konsep Rencana Pembangunan Industri Pertahanan secara bertahap yang diklasifikasi atas empat kelompok dalam empat tahapan, yaitu sebagai berikut 7:

a. Tahap I

1) Industri Pendukung Daya Gerak. Terdukungnya alat angkut ringan, baik darat, laut maupun udara serta terpenuhinya dukungan suku cadang dan pemeliharaan secara mandiri.

2) Industri Pendukung Daya Tempur. Terdukungnya sistem persenjataan standar bertempur infanteri meliputi senjata, munisi dan alat bidik (Pistol, Senapan, Senapan Mesin, Mortir, Senjata Lawan Tank, dsb), termasuk pemeliharaannya. Terpenuhinya secara mandiri kebutuhan bahan baku bahan peledak, contoh : Propelan.

3) Industri Pendukung K4I (Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Informasi). Terwujudnya kemandirian perangkat K4I termasuk perangkat surveillance untuk mendukung operasi taktis.

4) Industri Bekal. Terwujudnya kemandirian perbekalan TNI (makanan dan Kaporlap) secara penuh sebagai dukungan produk industri daiam negeri.

5) Alih Teknologi. Pada tahap ini diupayakan pula alih teknologi dari produk-produk luar negeri yang telah ada namun belum mampu diproduksi sendiri. Sejalan dengan itu ditingkatkan kemampuan teknologi substitusi untuk memproduksi suku cadang Alutsista.

b. Tahap II

1) Industri Pendukung Daya Gerak. Terdukungnya alat angkut sedang yang telah dilengkapi dengan sistem senjata ringan.

2) Industri Pendukung Daya Tempur. Terdukungnya sistem persenjataan tingkat sedang (baik senjata maupun munisi, misalnya Senjata Artileri Kaliber 20 mm) dan Peluru Kendali (Rudal) Jarak Dekat untuk mendukung operasi taktis. Persenjataan tersebut dapat dipasang pada sarana angkut ringan baik pada alat peralatan matra darat, laut maupun udara.

3) Industri Pendukung K4I. Terdukungnya kemandirian perangkat K4I termasuk perangkat surveillance untuk mendukung operasi strategis secara terbatas.

4) Alih Teknologi. Pada tahap ini sudah mempunyai kemandirian terhadap suku cadang alat utama teknologi canggih secara terbatas sebagai hasil alih teknologi, disamping itu sudah dihasilkan prototipe, rancang bangun dan perekayasaan produk teknologi canggih tingkat sedang.

c. Tahap III

1) Industri Pendukung Daya Gerak. Terwujudnya kemandirian produk alat angkut berat dan bernilai strategis secara terbatas guna mewujudkan tercapainya daya tempur baik matra darat, laut maupun udara (antara lain Tank, Kapal Kombatan dan Pesawat Tempur) sebagai suatu sistem.

2) Industri Pendukung Daya Tempur. Terdukungnya sistem persenjataan berat secara terbatas (antara lain Senjata Artileri baik untuk satuan Artileri, Kanon Tank dan Rudal Jarak Sedang), yang meliputi senjata, munisi dan sistem kendali.

3) Industri Pendukung K4I. Terdukungnya kemandirian perangkat K4I termasuk perangkat surveillance untuk mendukung operas! strategis secara penuh.

4) Alih Teknologi. Pada tahap ini sudah mempunyai kemandirian produk suku cadang alat utama teknologi canggih secara penuh sebagai hasil alih teknologi, disamping itu sudah dicapainya produk rancangbangun dan perekayasaan secara mandiri siap untuk diproduksi secara massal.

d. Tahap IV.

Terwujudnya tingkat kemandirian secara penuh baik pada industri pendukung daya gerak, daya tempur dan kodal.
Catatan : Untuk industri bekal, sejak tahap II sudah tidak direncanakan lagi karena dianggap sudah mandiri.

Strategi Pengembangan Iptekhan.

Penelitian, pengkajian dan pengembangan Iptekhan secara formal dilaksanakan oleh institusi Litbang Depnan, TNI/Angkatan dan perguruan tinggi di lingkungan Dephan/TNl serta perguruan tinggi umum/teknik tertentu seperti ITB, Ul, dan UNBRA. Instansi pemerintah : BPPT/KRT, LIPI dan LAPAN secara terbatas juga melakukan Litjianbang Iptekhan. Sasaran dari cara/metoda dan produk prototipe Alut baru atau modifikasi yang memiliki keunggulan daripada produk yang sudah ada sesuai tuntutan kebutuhan TNI. Strategi inovasi dan pengembangan Iptekhan harus dibangun diatas kebutuhan pengguna/TNl yang berorientasi pada kemungkinan ancaman, dari dalam dan luar negeri.

a. Untuk ancaman dari luar, pengembangan bagaimana menetralisir atau menangkis penggunaan senjata canggih seperti Rudal pintar (Smart gun) yang memiliki akurasi tinggi dan mematikan. Sarana/alat perlindungan seperti apa yang harus kita buat untuk mencegah dan mengatasi serangan Rudal/Smartgun seperti itu. Dalam hal ini inovasi dan pengembangpaduan Iptek elektronika dan komputer sangat penting untuk diintensifkan. Untuk Alutsista laut (kapal) dan udara (pesawat tempur) pengembangan diarahkan pada peningkatan kemampuan jelajah, manover dan kecepatan serta kemampuan senjata yang melekat (mounted) pada kapal dan pesawat tempur tersebut.

b. Untuk menghadapi ancaman dalam negeri. Ancaman dalam negeri lebih banyak berupa ancaman non militer seperti sabotase, spionase, sparatisme, radikalisme, illegal logging dan terorisme. Khusus untuk diperairan/laut: perompakan/ pembajakan, illegal fishing, illegal crossing/migrant, penyelundupan dan terorisme maritim. Inovasi dan pengembangan Iptek untuk pertahanan terhadap ancaman dalam negeri ini prioritas diarahkan pada terorisme, illegal fishing, illegal logging dan perompakan, karena empat ancaman tersebut benar-benar aktual dan sangat merugikan. Inovasi pengembangan Iptek paling ampuh untuk mengatasi ancaman tersebut adalah pengembangan alat/sarana deteksi dan identifikasi fenomena dari jarak jauh (remote sensing) melalui pesawat terbang tanpa awak (PTTA) dan satelit.

Sumber :  http://balitbang.kemhan.go.id/?q=content/strategi-inovasi-dan-pengembangan-di-bidang-iptek-dan-industri-pertahanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar